Lama sekali ingin menulis ini, tentang rasa risau ku, rasa khawatir ku pada beberapa teman teman di dunia sepeda, mungkin sekalian untuk teman teman yang non atlit atau bahkan tidak bersepeda untuk tahu masalah ini..
Pertama tama begini, belakangan bukan cuma saya yang merasakan namun ternyata banyak curhatan curhatan atlit, penyelenggara acara, bahkan pelatih yang ngobrol di group dan secara personal, ini lah curhatan para penggiat sepeda, dan ini lah suara atlit..
Sudah tidak asing lagi kalau kita gowes pake biaya sendiri, jauh jauh berlatih untuk jadi juara, walau tidak ada teman pelatih, bahkan tidak ada sponsor, dengan rantai rantai kami yang hampir putus, velk kami yang sudah bengkok bengkok, anting rd kami yang sudah hampir patah, grip yang sudah lengket, kampas rem yang tinggal tersisa besinya saja sudah menjadi makanan setiap hari, rasa iri tidak pernah lepas melihat banyak sekali bapak bapak kaya yang bahkan bersepeda hanya untuk makan bubur ayam tapi sepeda nya harga nya mencapai 70 juta sedangkan kita dengan sepeda seperti ini dan niat siap perang bahkan tidak bisa menjamah sepeda seperti itu..
Menyadari kami tidak memiliki biaya dan tidak ingin menyusahkan orang tua, kami mulai mencari club sepeda, beberapa dari kami memilih masuk club swasta, beberapa dari kami memilih untuk masuk issi, harapan kami masuk atau di rekrut oleh club adalah dukungan yang sehat agar kami tidak terlunta lunta, namun nyata nya berbeda, baik club swasta ataupun issi memaksa kami bekerja semakin keras dengan menyiksa sepeda hancur kami, dengan tanpa honor sedikit pun, adapun kami beruntung dengan kemenangan, walau harus menginjak kawan senasib, ternyata uang kemenangan kami di potong, untuk di makan oleh pengurus club, kami hanya mendapatkan pujian sementara dan nama ketika kami menang, namun ketika kami kalah, kami di hina dan di berikan yang kata nya 'motivasi' padahal berbentuk sangat DESTRUKTIF!
Keadaan yang melanda kami membuat di antara kami menjadi berbuat kecurangan dan tidak sportif, mencuri umur, memalsukan KTP, menindas yang bukan kelas nya, berperilaku kasar, menjilat dan memanfaatkan bapak bapak kaya, sudah menjadi hal yang lumrah, kami saling benci untuk bertahan hidup, kami bingung, tidak ada orang yang membimbing kami, club yang kami kira akan membina kami, ternyata mereka malah membinasakan kami.
Tidak terasa 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, sudah terlewatkan, kami membuang harta kami yang paling berharga, yaitu waktu, sebagian kecil dari kami selalu beruntung karena selalu juara dan mendapatkan gaji dan sponsor yang sepadan dengan usaha nya, namun sebagian besar dari kami tetap saja menjadi pijakan untuk para pemenang, kehidupan kami tidak selalu buruk, ada kalanya baik bahkan sangat baik, siapa yang menyangka kawan kami yang tadinya hanya tukang dorong sepeda, sekarang jadi juara PON, yang tadinya hidup di jalanan, sekarang juara seagame, kehidupan begitu indah sampai akhirnya kami sadar umur kami tidak lagi muda, kami sudah tua dan mulai kalah, dan harus menerima kenyataan bahwa kami harus pensiun.
Di kala pensiun, nama kami yang tadi nya membanggakan negara mulai memudar, uang uang kami habis karena berfoya foya akibat tidak siap menerima uang, medali medali kami kini hanya kenangan yang berkarat, kami tidak punya waktu lagi untuk belajar berbisnis, belajar menjadi karyawan kantoran, anak istri kami sudah kelaparan meminta makan, mau tidak mau kami harus menjalani hidup yang mengenaskan, tukang becak, tukang sayur, tukang es, manfaat pelatihan taraf internasional ku dahulu ternyata hanya bermanfaat untuk profesi seperti ini di hari tua, kami mati sendirian, dengan medali berkarat, tanpa bendera berkibar seperti dulu kami mengibarkan bendera.
No comments:
Post a Comment